Jumat, 11 Januari 2013

KAU PUISI




A
ku kali pertama mengenalmu saat pelajaran Fisika, di kelas satu SMA. Pagi itu Pak Muhari sedang menerangkan Hukum I Newton, tentang Gaya dan Dinamika. Kelas begitu suram dan membosankan, kapur tulis berdecit menjilat papan. Sekali-dua Pak Muhari berhenti sejenak, membalikkan badannya menatap kami yang mulai kehilangan konsentrasi.
“Catat!” katanya pendek. Agak sinis. Nadanya tegas, “Ini penting” lanjutnya. Kami saling lirik, sejujurnya kami bosan mencatat, tapi sekolah tak selalu menyediakan pilihan lain.
Kelas jadi hening. Kami tenggelam dalam buku catatan masing-masing sebagian mencatat rumus, sebagian lain menggambar atau menulis surat cinta.
Dan aku? Aku mencatat dengan seksama, tentu saja. Aku masih ingat rumus itu, ∑F = 0, Hukum I Newton, Inersia.
Tiba-tiba suara pintu diketuk. Pak Muhari berhenti mencatat, menuju pintu kelas, lalu membukanya.
“Maaf mengganggu, Pak Muhari,” suara Pak Heru, Wakil Kepala Sekolah.
“Eh, tidak apa-apa, Pak...  Ada yang bisa saya bantu?” seperti biasa, di depan atasannya, orang selalu terlihat ramah.
“Ini, Pak, saya membawa siswa baru pindahan dari luar kota. Namanya Khienant, dia akan bergabung dengan kelas ini. Saya mau memperkenalkan kepada anak-anak, sekalian Khienant langsung ikut belajar.” Pak Heru menjelaskan.
“Oh, ya,ya, silakan… silakan…” sahut Pak Muhari sambil melebarkan pintu kelas.
Dari balik pintu, siswa baru itu, kamu, mulai menampakkan diri. Pak Heru masuk lebih dulu, “ayo masuk, jangan malu-malu, mereka semua nanti jadi temanmu.” Pak Heru meyakinkanmu.
Kau mulai melangkah masuk, mengukuti Pak Heru dari belakang. Kau terlihat agak malu-malu.
“Anak-anak, ini Khienant Kusuma Dewi, teman baru kalian. Khienant ini pindahan dari sekolah di Bandung. Silakan nanti berkenalan. Mulai hari ini Khienant bergabung dengan kelas kalian. Pesan Bapak, perlakukan Khienant dengan baik, ya?”
“Iya, Pak…” kami menjawab serentak. Anak-anak senyum-senyum.
“Hai Khienant!” Gugun menggodamu. Kau mengangguk pelan, lalu tersenyum, “Hai teman-teman!” katamu riang. Suaramu lembut, dan entah bagaimana membuat nafasku tertahan.
Apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati. Kau tak terlalu cantik,ada perempuan lain dikelas ini yang lebih cantik. Kau manis? Ya, aku akui. Tapi bagaimana caranyasuaramu, gesturmu, matamu, hidungmu, langkahmu yang malu-malu bisa menahan laju degup jantungku? Apa-apaan ini?!
***
Sejak saat itu, aku mulai memperhatikanmu. Kau duduk dua baris di sebelah kanan tempat dudukku. Sehari, dua hari, lima hari, sembilan hari, aku jadi punya kebiasaan baru: Menatap punggungmu, memperhatikan rambut panjang yang diikat rapi dengan ikat-rambut warna-warni.
Lama-lama aku hapal, setiap Senin kau memakai ikat-rambut waran kuning, Selasa warna biru, Rabu warna hijau, Kamis warna merah, Jumat bunga-bunga, dan hari Sabtu kau tak mengikat rambutmu.
Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Tanyaku dalam hati.
Hukum I Newton: Setiap benda berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan laju tetap sepanjang garis lurus, selama tidak ada gaya yang bekerja pada pada benda tersebut atau tidak ada gaya total pada benda tersebut.
Mungkinkah kau ‘gaya total’ bagi laju hidupku yang sebelumnya tenang dan stabil? Sebelum kau datang, hari-hariku biasa-biasa saja, irama jantungku berdetak sewajarnya, dan sekolah tetap membosankan seperti seharusnya. Tetapi setelah kau datang? Semuanya berubah! Tiba-tiba aku menahan napas saat berpapasan denganmu, waktu seolah melambat tetapi berbanding terbalik dengan detak jantungku yang berdegup cepat. Dan sekolah? Aneh sekali aku merasa sekolah bagaitempat yang menyenangkan sedunia. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi? Mungkinkah aku sedang jatuh cinta?
***
Sejujurnya, aku bukan laki-laki yang mudah percaya pada cinta. Aku bukan laki-laki yang mudah jatuh cinta. Aku selalu menganggap mereka yang menghabiskan waktu disekolah untuk urusan-urusan cinta adalah mereka yang membuang-buang waktu saja. Apa pentingnya ngecengin cewek-cewek yang jajan bakso di kantin? Apa pentingnya waktu pulang sekolah berebut pasangan boncengan? Apa pentingnya berkelahi gara-gara perempuan? Aku bukan tipe laki-laki seperti itu.
Tapi, kini, mungkinkah aku sedang jatuh cinta?
Entahlah, aku tak mengerti. Tapi bagiku, ‘jatuh cinta’ harus dibuktikan secara ilmiah. I believe in science, harus ada bukti empiris bahwa aku benar-benar jatuh cinta. Tapi, bagaimana caranya?
Aku mulai membaca buku-buku, membaca puluhan artikel di Internet; Bagaimanakah cara membuktikan seseorang sedang jatuh cinta?
Akhirnya, aku dapat juga cara mengujinya. Begini caranya: Aku akan menghitung jumlah detak jantung normalku setiap menitnya, lalu akan kubandingkan dengan jmlah detak jantungku setiap kali melihatmu. Aku akan menghitungnya selama seminggu dan menemukan rata-ratanya. Jika ada perbedaan antara detak jantung normalku dengan detak jantungku setiap kali bertemu denganmu, barangkali bisa disimpulkan bahwa aku memang jatuh cinta padamu. Begitu kira-kira. Ini teori ciptaanku sendiri, mari kita uji!
Aku mulai melakukan riset sederhana. Aku menghitung jumlah detak jantungku setiap menitnya, aku mendapatkan rata-ratanya: 80 kali per menit. Itu detak jantung normalku. Baiklah, mari kita buktikan apakah aku sedang jatuh cinta padamu atau tidak…
Hari pertama, Selasa. Dari jauh aku melihatmu mengenakan ikat rambut warna biru. Oh, mengapa aku begitu tertarik pada ikat-rambutmu? Kau sedang mengobrol dengan beberapa teman perumpuan. Aku menarik napas panjang dan mulai menghitung. Hasilnya: 88! Kesimpulan sementara: ada peningkatan detak jantung saat aku melihatmu. Tapi, aku belum percaya bahwa aku sedang jatuh cinta.
Hari kedua, Rabu, kau belum datang ke kelas padahal sebentar lagi jam pelajaran dimulai. Bangkumu kosong, entah mengapa aku merasa kehilangan saat memperhatikan bangku milikmu yang kosong. Lima menit berlalu, bel masuk berbunyi. Dan kau belum juga datang.Oh, hari ini seharusnya aku sudah melihatmu dengan ikat-rambut warna hijau. Hei, sedang dimanakah kamu?
Lima menit kemudian, pelajaran dimulai, Bahasa Indonesia. Aku mulai bertanya-tanya dan menerka-nerka: Apakah kau tidak masuk hari ini? Apakah kau sakit? Apakah sesuatu terjadi padamu? Aku mulai khawatir.
Aku menghitung detak jantungku: 84.
Tiba-tiba suara pintu diketuk, kau datang tergesa-gesa dengan npas terengah. “Maaf, Bu Mira, saya terlambat, tadi angkotnya mogok.” Katamu kepada Bu Mira, guru Bahasa Indonesia. Oh, suaramu, mengapa aku jadi mengagumi suaramu? Apa yang istimewa dari suaramu?
Bu Mira melihat datar ke arahmu, lalu melirik arlojinya. Ternyata kau masih bisa dimaafkan dan dia mempersilakanmu masuk.
Kau berjalan tergesa menuju tempat dudukmu. Aku memperhatikanmu. Dan ternyata kau menangkap mataku sedang memperhatikanmu, kau tersenyum ke arahku. Sial! Degup jantungku mempercepat dirinya sendiri! Segera kuhitung: 96! Apa-apaan ini?! Degup jantungku tiba-tiba meningkat signifikan!
Hari ketiga aku memperhatikanmu, degup jantungku tetap di atas normal, apakah aku benar-benar jatuh cinta padamu? Aku tak begitu yakin, apakah ini reaksi normal?
***
“Hai Reza, boleh pinjam catatan fisika?” kau tiba-tiba menghampiri mejaku.
“Eh, tentu saja.” Tiba-tiba aku jadi kikuk, jantungku berdegup kencang, tanganku berkeringat.
Aku mencari buku catatan Fisika-ku, lalu menyerahkannya kepadamu.
“Kamu katanya jago banget Fisika, ya?”
“Eh, enggak juga. Cuma hobi aja. Banyak yang lebih jago kok!”
“Kata temen-temen, kamu jago Fisika. Ajarin donk!” kau tersenyum ke arahku, senyum yang manis. Lengkung bibir yang puitis.
“Boleh aja,” jawabku, “tapi aku nggak jago, lho… Kalau mau, kita belajar sama-sama aja.”
Kau mengangguk. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba mengaduk hatiku. Entah apa namanya, aku belum pernah mengenal perasaan itu sebelumnya.
“Ngomong-ngomong kenapa kamu pindah ke Jakarta?” aku berusaha nyaman dengan percakapan kita.
“Papaku ditugaskan ke pusat, kami sekeluarga terpaksa ikut pindah. Kan udah aku certainwaktu perkenalan di pelajaran Matematika?” jawabmu sambil membuka-buka buku catatan Fisika-ku, “Sebenernya kamu nggak pernah nyatet, ya? Ini isinya cuma latihan soal sama rumus-rumus.”
Aku nyengir. “Hehe, iya…”
“Tapi kamu hebat. Aku jadi pinjem catatanya, kok!” katamu. Kau tersenyum sekali lagi, matamu menyipit.
Aku balas tersenyum. Napasku tertahan.
Kau ingat percakapan pertama kita? Barangkali kau sudah lupa. Tapi, aku mengingatnya dengan sempurna; apakah itu juga bagian dari ‘jatuh cinta’? Ah!
***
Hari keempat, kelima, keenam, dan ketujuh sudah kulalui. Aku sudah mendapatkan hasilnya. Harus ku akui, ternyata memang ada peningkatan cukup signifikan dari detak jantungku setiap kali bertemu kamu. Aku mendapat rata-ratanya: 92. Itu belum termasuk keringat dingin dan gemetaran saat kamu mengajakku ngobrol, dan saat kamu meminjam penghapus di pelajaran Kesenian Sabtu lalu.
Ah, jika kau memang ‘gaya total’ yang mempengaruhi dinamika hidupku, menyebabkan percepatan degup jantungku setiap kali bertemu denganmu, benarkah aku sedang jatuh cinta kepadamu? Aku tak yakin. Aku bisa saja menolaknya. Tapi, mungkinkah aku menolak Hukum II Newton: Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami percepatan, dimana arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Vector gaya total sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan benda.
∑ F = m a.  baiklah, yang jelas aku mulai curiga: Jangan-jangan kau memang ‘gaya total’ bagi hidupku!?
***
Baby, kau sosok yang punyai arti
Kau Puisi ketika datang sepi
Saat nikmati indah sunset pantai Kuta
Hadirmu jadi pelengkapku di tata surya
Aku butuh dunia.. dan kau
sebagai pendamping ketika ku rasakan galau
Aku butuh cinta.. dan kau
adalah tema saatku rasakan galau

Kau ada untuk melengkapi diriku
Kau tercipta untuk menutupi kekuranganku
L. O. V. E. yang membuatku bisa bertahan
Seperti rumput yang tak kan tumbang oleh topan
Emosi, perasaan, jaminan rasa aman
Kau sanggup taklukan hati dengan sebuah senyuman
Aku berdiri karna kau hadir di sisi
Your my everything, baby..
kau takkan pernah terganti..
Ah, ini aneh, entah kenapa aku mulai suka bernyanyi. Aku membayangkan kita berdua menjadi takoh utama dalam syair lagu-lagu cinta. Jika menonton video klipnya yang indah, aku membiarkan imajinasiku masuk ke dalam ceritanya: You are my everything, Baby…kau takkan pernah terganti…
Aku senyum-senyum sendiri, merasa jadi orang gila yang bahagia. Sial, aku benci perasaanmellow macam begini, tapi aku tak bisa menolaknya! Sungguh, ini seperti terperangkap dalam soal Gaya dan Dinamika di ujian Fisika, Hukum III Newton: Apabila sebuah benda memberikan gaya kepada benda lain, maka benda kedua memberikan gaya kepada benda pertama. Kedua gaya tersebut memiliki besar yang sama tetapi berlawanan arah.
FA ke B = FB ke A. Khienant, ini teori Fisika paling romantis buatku. Baiklah, aku menyerah, aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku melihat kita berjodoh menurut Hukum III Newton. Aku berkulit hitam, kau putih. Aku pendiam, kau suka bicara. Aku suka Matematika dan Fisika, kau suka Sejarah dan Bahasa Indonesia. Aku pemalu, kau periang. Aku mudah marah, kau penyabar. Aku bertele-tele, kau tergesa-gesa. Kita saling berlawanan tapi sekaligus saling menggenapkan.
Setiap benda yang memberi gaya tertentu akan mendapatkan gaya yang berlawanan dari yang diberikan olehnya… Inilah yang membuat gerak jadi sempurna, membuat hidup dan cinta jadi indah: Faksi = Freaksi
Barangkali aku bukan laki-laki terbaik di dunia, karena memang tak ada manusia yang sempurna. Aku hanya laki-laki biasa, yang menemukan sebagian dirinya dalam dirimu. Bagiku, kaulah yang akan menyempurnakan hidupku. Barangkali ini terdengar gombal buatmu. Biar saja! Aku memang masih kelas 1 SMA. Tapi soal cinta, aku merasa jauh lebih dewasa. Aku serius. Seperti pada Fisika, aku serius soal cinta.
Well, demi Hukum I, II, dan III Newton: Aku cinta kamu!
Kaulah belahan hatiku
yang terangi aku
dengan cintamu
Kau hangatkan jiwaku
dan slimuti aku
Dengan kasihmu
***
Khienant, barangkali aku bukan laki-laki yang romantis yang pandai menulis puisi untuk menyatakan perasaanku padamu. Tetapi inilah keseluruhan rekonstruksi perasaanku padamu. Aku tahu perempuan memang lebih suka puisi daripada teori. Sejujurnya, tentang puisi yang kau baca sejak tadi, itu syair lagu favoritku yang benar-benar menggambarkan perasaanku padamu.
Ku coba gapai apa yang kau ingin
Saat ku terjatuh sakit kau adalah aspirin
Coba menuntunmu agar ada di dalam track
Kau catatan terindah di dalam teks

Dan aku mengerti apa yang kau mau:
hargai dirimu, menjadi imammu
Karna kau diciptakan dari tulang rusukku
selain itu karna kau bagian dariku.
Khienant, ternyata cinta tak sesederhana rumus-rumus Fisika dan hitungan-hitungan Matematika… Cinta barangkali bagai senyawa kata dan makna yang bersembunyi di balik metafora puisi, dan kita terus menerus membacanya, menafsirkannya, mengaguminya tanpa henti… Bagiku, kaulah puisiku! Yang terindah yang pernah aku tahu! Hei, kenapa aku jadi bisa menulis yang seperti ini? Pasti gara-gara kamu…
Dan dirimu damaikan hatiku…
Dan artimu tak akan berakhir…
Semoga kamu belum punya pacar...




SUMBER : Fahd Djibran, Bondan Prakoso & Fade 2Black, Hidup Berawal Dari Mimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar